Sunday, May 8, 2016

Qira'at


                                                                       


            Qira’at adalh jama’ dari qira’ah, artinya bacaan. Ia adalah masdar dari qra’a. dalam istilah keilmuan, qira’at adalah salah satu madzhab pembacaan al-Qur’an yang dipakai oleh salah seorang imam qurra’ sebagai madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya.

            Terdapat beberapa definis mengenai arti Qira’at, yakni :

            Menurut al-Zarqani : “suatu madzhab yang dianut oleh imam qira’ah yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-Qur’anul-kaim serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalur dari padanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf –huruf maupun daam pengucapan keadaan-keadaanya”. terkandung tiga unsur pokok dalam definisi tersebut : pertama, qira’at dimaksudkan menyanggkut bacaan ayat-ayat al-Qur’an, cara membacanya dari satu imam qira’at lainnya. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam suatu mazhab qira’at didasarkan atas riwayat dan bukan atas qiyas ataupun ijtihad. Ketiga, perbedaan antara qira’at-qira’at bisa terjadi dalam pengucapan huruf-huruf dan pengucapan dalam berbagai macam keadaan.

            Menurut Ibnu al-Jazri : “pengetahuan tentang cara-cara melafadzkan kalimat-kalimat al-Qur’an dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada penukilnya”.

            Qia’at ini didasrkan kepada sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah saw. Periode qurro’ yang mengajarkan bacaan al-Qur’an kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing adalah dengan berpedoman kepada masa sahabat.

           Pada permulaan abad pertama hijriyah dimasa tabi’in, tampil sejumlah ulama yang konsen terhadap masalah qira’ah secara sempurna karena keadaan menuntut demikian.

                                                       Macam-macam qira’ah

            Penulis kitab al-itqon menyebutkan bahwa qira’at itu ada yang mutwatir, ahad, syad, maudhu’ dan mudraj.

            Al-qdhi Jalaludin al-Bulqini menyatakan: qra’ah itu dibagi menjadi mutawatir, ahad, dan syad. Adapun yang mutawatir adalah qira’ah sab’ah. Sedangkan yang ahad adalah qira’ah tsalasah (qira’ah tiga), dimana imam tiga ini merupakan pelengkap “imam sepuluh” pada qira’ah para sahabat.

           Adapun qira’ah, ada qira’ah sab’ah (tujuh), qira’ah ‘asyra (sepuluh), ada pula qira’ah ‘arba’a ‘asyarah (empat belas). Namun yang lebih unggul dan lebih termasyhur adalah qira’ah sab’ah. Qira’ah sab’ah ini didasarkan kepada imam tujuh. Mereka adalah nafi’. ‘Ashim, Hamzah, Abdullah, bin Katsir’, Abdullah al-Yahsibi, Abu ‘Amar, Ya’qub. Pembagian tersebut didasarkan dari segi kualitas dan ada juga yang dari segi kuantitas.

           Sejarah Perkembangan Ilmu Qira’ah

           Penduduk kota-kota besar (para tabi’in) membaca al-Qur’an berdasar kepada mushaf yang dikirimkan kepada mereka. Disamping itu mereka mempelajari al-Qur’an dari para sahabat yang menerima al-Qur’an dari Rasulillah. Kemudian mereka mengembangkannya ke dalam masyarakat sebagai ganti dari para sahabat.

           Sahabat-sahabat Nabi terdiri dari beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunyai lahjah (bunyi suara atau sebutan) yang berlainan satu sama lainnya dan memaksa mereka menyebut pembacaan atau menyembunyikannya dengan lahjah yang tidak mereka biasakan., suatu hal yang menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah yang Maha Bijaksana menurunkan al-Qur’an dengan lahjah-lahjah yang bisa digunakan oleh golongan Quraisy dan golongan-golongan lain di tanah Arab. Oleh karena itu, hasillsh dari al-Qur’an beberapa macam bunyi lahjah. Bunyi lahjah yang bisa dipakai di tanah Arab ada tujuh macam, disamping itu ada beberapa lahjah lagi. Sahabat-sahabat Nabi menerima al-Qur’an dari Nabi menurut lahjah bahasa golongannya. Dan masing-masing mereka meriwayatkan al-Qur’an menurut lahjah mereka sendiri.

          Sebagian ahli ilmu berpendapat, bahwa berlainan qira’ah diterima oleh wahyu. Sebagian ahli tahqiq berpendapat, bahwa berlainan qira’ah itu bukan diterima dari wahyu, tetapi hasil sendirinya dari perbedaan lahjah yang disebut oleh masing-masing golongan Arab.

          Untuk menghindarkan umat dari kekeliruan, berusahalah ulama-ulama besar menerangkan mana yang hak dan mana yang batil, mengumpulkan huruf dan qira’at serta membedakan antara riwayat yang masyhur dan riwayat yang syad, antara yang shahih maupun yang tidak.

          Maka segala qira’at yang dapat disesuaikan dengan bahasa Arab dan dapat disesuaikan dengan salah satu mushaf utsmani, serta sah pula sanadnya, dipandang qira’at yang benar, masuk kedalam qira’at yang tujuh. Baik diperoleh dari imam yang tujuh, antau dari yang lain.

                                          Kriteria Qira’at Yang Diterima Dan Yang Ditolak

1. Yang diterima

   - Qir a’at tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.

   - Sanad dri riwayat yang menceritakan qira’ah-qira’ah tersebut harus shahih.

   -  Bacaan dari qira’ah harus cocok diterapkan kepda salah satu mushaf ‘Ustmani.

2. Yang ditolak

  - Qira’at tersebut harus tidak dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.

  - Sanad dri riwayat yang menceritakan qira’ah-qira’ah tersebut tidak shahih.

  - Bacaan dari qira’ah tidak cocok diterapkan kepda salah satu mushaf ‘Ustmani.

                                       Faedah Mempelajari Qira’atul Qur’an

  - Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan hukum yang telah disepakati oleh para ulama’.

  - Dapat men-tarjih hukum yang diperselisihkan para ulama’.

  - Dapat menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda.

  - Dapat menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda pula.

  - Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam al-Qur’an yang mungkin sulit di pahami.



No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *