Sunday, May 29, 2016
Iman kepada Malaikat
Menurt bahasa kta “malaikat” adalah kata jamak dari kata mufrad “Malak” yang bererti kekusaan, dalam mengemban misi dan tugasnya, para malaikat juga disebut dengan “Ar Rosul” yang berarti para utusan Allah.
Malaikat diciptakan oleh Allah terbuat dari cahaya (Nur), berdasarkan Hadits Nabi Muhammad saw. “malaikat diciptakan dari cahaya”. Iman kepada malaikat adalah bagian dari rukun iman. Iman kepada malaikat maksudnya meyakini adanaya malaikat, walaupun kita tidak dapat melihatnya, dan mereka juga termasuk salah satu ciptaan Allah swt. Mereka menyembah Allah dan selalu taat kepadaNya, mereka tidak pernah berdosa.
Sebab itu pula iman kepada malaikat didahulukan dari iman kepada Rasul dan kitab-kitabNya. Imam al-Jalil al-Hadhrowi berkata “Ketahuilah semoga Allah memberikan rahmat kepadamu bahwa iman kepada malaikat itu wajib seperti iman kepada Rasul, orang yang menentang iman kepada malaikat adalah kafir dan Allah tidak menerima keimanannya karena ia telah mendustai Kitab-kitabNya dan Rasul”.
Nama-nama Malaikat dan tugasnya
Pengetahuan manusia tentang malaikat terbatas pada keterangan al-Qur’an dan al-Hadits. Iman kepada malaikat akan mempengaruhi kejiwaan yang cukup besar, seperti Kejujuran, Ketabahan, dan Keberanian. Adapun jumlah malaikat sangat banyak tak seorangpun tau jumlah pasti dari para malaikat, hanya Allah swt. yang mengetahuinya. Mereka memiliki tugas dan pangkat yang berbeda satu sama lain, dan sebagian lainnya hanya disebutkan tugas-tugasnya saja.
Diantara nama-nama dan tugas Malaikat adalah sebagai berikut :
1. Malaikat Jibril
Bertugas menyampaikan wahyu dan mengajarkannya kepada Nabi dan Rasul. Nama lain dari malaikat Jibril adalah Ruhul Quds (Q.S. an-Nahl:102), dan Ruh al-Amin (Q.S. asy-Syuara:193). Malaikat jibril masih memiliki tugas-tugas yang lain yitu:
- Meniup ruh kepada calon bayi di dalam kandungan ibunya.
- Turun kebumi bersama Malaikat lain pada bulan Ramadhan untuk mendoakan orang mu’min yang beribadah dimalam lailatul qadar.
- Mendampingi Nabi Muhammad saw. Dalam menjalankan Isra’ Mi’raj.
- Malaikat Mikail
Bertugas memberi Rezeki keapad semua mahluk, menimbang angin, hujan, dan bintang-bintang.
3. Malaikat Isrofil
Bertugas meniup sangkakala pada hati Qiamat dan hari kebangkitan (Q.S. al-Haqqoh:13-16, Q.S. Ibrahim: 48).
4. Malaikat Izrail bertugas (malakul maut).
Bertugas mencabut nyawa semua mahluk hidup.
5. Malaikat Munkar dan Nakir
Bertugas memerksa amal perbuatan manusia di dalam kubur (alam Barzakh).
6. Malaikat Rakib dan Atid
Bertugas mencatat amal perbuatan manusia. Baik itu yang baik, atupun yang tidak baik atau buruk.
7. Malaikat malik
Bertugas sebagai penjaga neraka (Q.S. at-Tamrin:6, Q.S. as-Zhukhruf:77).
8. Malaikat Ridwan
Bertugas menjaga pintu Surga (Q.S. ar-Ra’d: 23-24).
Adapun Malaikat yang tidak diketahui nama-namanya namun diketahui tugas-tugasnya sebagai berikut:
a. Malaikat ada yang mendoakan kaum muslimin.
b. Malaikat ada yang meneguhkan hati kaum mukminin.
c. Malaikat ada yang bertugas melaksanakan hukuman Allah pada mausia.
d. Ada Malaikat yang memohon ampunan bagi manusia.
e. Ada malaikat yang bershalawat kepada Nabi Muhammad saw.
f. Malaikat ada yang bertugas memberi salam pada ahli surga.
Tugas Malaikat pada umumnya mengawasi dan memberikan perhatian pada manusia ketika diciptakan, memelihara manusia ketika dilahirkan, serta mengambil ruh ketika ajal datang. Tugas lain malaikat adalah mendampingi manusia yang terdiri dari malaikat yang ditugaskan untuk memelihara amal manusia.
Salah satu syarat orang dikatakan beriman adalah keimanan kepada malaikat yang mulia. Tugas yang dibebankan Allah kepada malaikat untuk kepentingan manusia, adalah meniupkan ruh kepada janin, baik itu manusia yang beriman atau maupun yang tidak beriman, memelihara seluruh manusia, menyampaikan wahyu, mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia serta mencabut ruh dari jasad manusia atas perintah Allah.
Malaikatpun mempunyai tugas-tugas khusus terhadap orang-orang yang beriman, yaitu:
a. Memberikan kecintaan kepada orang-orang yang briman
b. Meluruskan jalan kehidupan orang-orang yang beriman
c. Membacakan shalawat bagi orang yang:
- Mengajarkan pengetahuan terhadap orang lain
- Mengimami shalat di masjid
- Shalat pada shaf pertama
- Tidak langsung beranjak dari tempat shalat.
d. Menjenguk orang sakit
e. Membacakan istigfar atau permohonan ampuna Allah bagi orang-orang yang beriman
f. Menghadiri majelis ilmu zhikir, serta menaungi orang-orang yang beriman yang berada di majelis tersebut dengan sayap-sayapnya
g. Mencatat pahala bagi orang-orang yang melaksanakan shalat jum’at
h. Turun ditempat yang di dalamnya terdapat al-Qur’an
i. Menyampaikan salam Rasul kepada umatnya
j. Memasuki brisan orang-orang yang beriman ketika berperang untuk meneguhkan iman mereka
k. Melayat jenazah orang shaleh
l. Menauingi orang yang mati syahid dengan sayapnya
Sifat-sifat Malaikat
a. Malaikat dicptakan dari nur (cahaya)
Sebagai mana Hadits Nabi: “malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin dari api yang menyala”. (HR. Muslim)
b. Malaikat selalu bersujud kepada Allah swt
Firman Allah dalam Q.S. al-Hijr:30 yang artinya: “maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama”
c. Malaikat tidak menyombongkan diri
Firman Allah dalam Q.S. an-Nahl 49 yang artinya: “dan kepada Allah sajalah brsujud segala apa yang berada di langit dan semua mahluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri”
d. Malaikat dapat berubah bentuk
Firman Allah dalam Q.S. Maryam:16-17 yang artinya: “dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam al-Qur’an, yaitu ketika ia menjauhkan diri keluarnya ke suatu tempat disebelah timur, maka ia mendengarkan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu kami mengutus roh kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) mausia yang sempurna”.
e. Malaikat selalu bertasbih kepada Allah swt
Firman Allah dalam Q.S. ar-Ra’du 23-24 yang artinya: “(yaitu) surga ‘And yang mereka masuk kedalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shaleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinaya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapakan): “salamun ‘alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
f. Malaikat memoho ampun bagi orang yang beriman
Firman Allah dalam Q.S. al-Mukmin:7 yang artinya: “(malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada disekelilingnya bertasbih memohon ampun bagi orang-orang yang beriman (serta mengucapkan): “Ya tuhan kami, rahmat dan ilmu engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang yang bertaubat dan mengikuti jalan engkau serta peliharalah mereka dari siksa neraka yang menyala-nyala”.
g. Malaikat tidak berjenis kelamin
h. Malaikat tidak makan dan tidak minum
i. Malaikat tidak meninggal dunia
j. Malaikat diciptakan dengan tugas-tugas tertentu
k. Jumlahnya tidak bertambah dan tidak berkurang
Hikmah Beriman Kepada Malaikat
a. Selalu melakukan perbuatan baik dan anti melakukan perbuatan buruk karena dirinya selalu diawasi oleh Malaikat
b. Berupaya masuk kedalam surga yang dijaga oleh malaiakat Ridwan dengan bertaqwa dan beriman kepada Allah
c. Meningkatkan ke ikhlasan, keimanan dan kedisiplinan kita untuk mengikuti atau meniru sifat dan perbuatan malaiakat
d. Selalu berfikir dan berhati-hati dalam melaksanakan setiap perbuatan karea setiap perbuatan, baik perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk akan ticatat oleh Malaikat dan akan dipertimbangkan kelak di akhirat.
Penerapan Iman kepada Malaikat dalam kehidupan
1) Gemar shalat berjamaah karena keyakinan bahwa malaikat selalau menghadiri sahalat berjemaah.
2) Gemar beramal seperti menyantuni anak yatim, terlantar, dan memberi bantuan harta kepada fakir miskin. Hal ini disebsbkan antara lain karena adanya keyakinan bahwa malaikat selalu mendo’akan orang yang berperilaku dermawan, agar harta yang dibelanjakan dijalan Allah itu menjadi berkah.
3) Gemar menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain.
4) Gemar membaca al-Qur’an karena ketika al-Qur’an di bacakan malaiakat akan hadir dan mendengarkannya.
Wednesday, May 25, 2016
Hukum Taqlid dan Ittiba'
Kata taklid berasal dari bahasa Arab yakni kata kerja“Qallada-yaqallidu-taglidan”, artinya meniru menurut seseorang dan sejenisnya.
Adapun taqlid yang dimaksud dalam istilah ilmu ushul fiqih adalah :
قبول قول القا ئل وانت لا تعلم من انت قاله.
“Menerima perkataan orang lain yang berkata, dan kamu tidak mengetahui alasan perkataannya itu.”
Ada juga ulama lain memberi definisi, seperti Al-Ghazali, yakni :
قبول قول القائل الغير دوان حخته
“Menerima perkataan orang lain yang tidak ada alasannya.”
Selain definisi tersebut, masih banyak lagi definisi yang diberikan oleh para ulama, yang kesemuanya tidak jauh berbeda dengan definisi di atas. Dari semua itu dapat di simpulkan bahwa,taqlid adalah menerima atau mengambil perkataan orang lain yang tidak beralasan dari Al-Qur’an Hadis, Ijma’ dan Qiyas
Hukum Taqlid
Taqlid itu, ada ada yang haram dan haram kita berikan fatwa berdasarkan faham tersebut. Namun ada yang wajib, dan ada pula yang boleh kita anut.
Segala bentuk taqlid ini, dicela Allah dalam al-Qur’an.
Kata Al imran ad Dahlawi:
لايجوز لعا مي ان يقلد رجلا من الفقهاء بعينه يري انه يمتنع عن مثله الخطﺃ اوان ما قل هو الصواب البته في نفسي ان لا يترك تقليده
“tidak boleh seseorang ummi bertaqlid kepada seseorang alim yang tertentu dengan anggapan, bahwa orang yang seperti orang itu tak patut salah, atau dengan anggapan, bahwa segala yang di fatwakan oleh alim tersebut benar, serta enggan pula berpindah kepada pendapat orang lain, walaupun sudah ada dalil membenarkan pendapat orang lain itu.”
para ulama membagi hukum taqlid menjadi tiga, yaitu:
Haram
Yang di maksud haram yaitu taqlid kepada adat istiadat yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunah, taqlid kepada seseorang yang tidak diketahui kemampuannya, dan taqlid kepada pendapat seseorang sedang ia mengetahui bahwa pendapat orang itu salah.
Boleh
Yaitu taqlid kepada mujtahid, dengan syarat bahwa yang bersangkutan selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti. Dengan kata lain, bahwa taqlid seperti ini sifatnya hanya sementara.
Wajib
Yaitu taqlid kepada orang yang perkataan, perbuatan dan ketetapannya dijadikan hujjah, yaitu Rasulullah saw.
Pendapat Para Ulama Mengenai Taqlid
Muhammad Rasyid Ridha merumuskan definisi taqlid dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat Islam. Taqlid menurut beliau adalah mengikuti pendapat orang yang diianggap terhormat dalam masyarakat dan dipercaya dalam hukum Islam tanpa memperhatikan benar atau salahnya, baik buruknya, serta manfaat mudharatnya pendapat tersebut.
Para ulama ushul fiqh sepakat melarang taqlid dalam tiga bentuk berikut ini:
1. Semata-mata mengikuti tradisi nenek moyang yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist. Contohnya, tradisi nenek moyang tirakatan selama tujuh malam di makam, dengan keyakinan bahwa hal itu akan mengabulkan semua keinginannya, padahal perbuatan tersebut tidak sesuai dengan firman Allah, antara lain dalam surah Al-Ahzab ayat 64
ان الله لعن الكفرين واعد لهم سعيرا
Artinya;
“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir,dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka).
2. Mengikuti seseorang atau sesuatu yang tidak diketahuui kemampuan dan keahliannya dan menggandrungi daerahnnya itu melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri. Hal ini disinggung oleh Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 165-166
ومن انا س ميخذمندون الله اندادا يحبونهم كحب الله ۗ والذين امنوا اشدحبا لله ۙ ولويرالذين ظلموا اذيرون العذاب ان القوة لله جميعا وان لله شد يد العذاب ﴿١٦٥ ﴾ اذتبرا الذين اتبعوا من الذين تبعوا وراوا العذاب وتقطعت بهم الا سبا ب ﴿١٦٦﴾
Artinya:
“Dan diantara manusia ad diantara orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu hanya milik Allah amat berat siksaa-Nya (niscaya mereka akan menyesal),
(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan mereka terputus sama sekali.
Mengikuti pendapat seseorang, padahal diketahui bahwa pendapat tersebut salah. Firman Allah dalam surah Al-Taubah ayat 31
اتخذوا احبارهم ورهبا نهم اربابا من د ون الله والمسيح ابن مريم وما امروا الا ليعبدوا الها واهدا لااله الاهو ۗ سبحنه عما يشركون ﴿۳۱﴾
Artinya;
“Mereka menjadika para tokoh agama dan rahib-rahibnya sebagai Tuhan selain Allah, dan menuhankan al-Masih anak Maryam, padahal mereka (tahu) hanya disuruh menyembah Tuhan yang satu, Tiada Tuhan selain-Nya. Maha Suci Dia dari segala apa yang mereka sekutukan.
Sehubungan dengan ayat di atas, ‘Adi bin Hatim berkata bahwa ia pernah datang kepada Rasulullah, padahal di lehernya tergantung salib. Lalu Rasulullah berkata kepadanya: “Hai Adi, lemparkanlah salib itu dari lehermu dan jangan kamu pakai lagi.” ‘Ya Rasul kami tidak menjadikan pendeta-pendeta sebagai tuhan.” Lalu Rasul berkata lagi ‘Bukankah kammu tahu bahwa mereka menghalalkan bagimu apa yang diharamkan Allah dan mereka mengharamkan atasmu apa yang dihalalkan Allah, dan kamu ikut pula mengharamkannya?
Ayat dan hadis di atas mengingatkan agar kita tidak mengikuti sesuatu yang memang sudah jelas salah, tapi karena ingin menghormati seseorang atau fanatik terhadap suatu golongan ataujuga karena mode, lalu diikuti juga. Hal ini sangat dicela oleh Allah.
Akan halnya orang awam yang memang tidak punya kesanggupan berijtihad sama sekali maka jumhur ulama ushuliyyin berpendapat wajibnya bagi setiap orang awam bertanya pada mujtahid. Hal ini didasarkan pada firman Allah surah Al-Nahl ayat 43
وما ارسلنا من قبلك الا رجالا نوحي اليهم فسئلوا اهل الذكر ان كنتم لاتعلمون ﴿٤٣﴾
Artinya:
“maka berrtanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahuinya”.
Namun demikian, menurut Al-Dahlawy, taqlid yang dibolehkan adalah taqlid dalam artian mengikuti pendapat orang alim, karena belum ditemukan hukum Allah dan Rasul berkenaan dengan suatu perbuatan. Namun, seseorang yang bertaqlid tersebut harus terus belajar mendalami pengetahuan hukum islam. Bila pada suatu saat orang yang bersangkutan menemukan dalil bahwa apa yang ditaqlidinya selama ini bertentangan dengan syariat Allah, ia harus meninggalkan pendapat yang ditaqlidinya tadi.
Pesan Para Ulama mengenai Taqlid
Imam Abu hanifah berkata :
,,Jika perkataan saya menyalahi Kitab Allah dan hadis Rasul, maka tinggalkanlah perkataan saya ini. Seseorang tidak boleh mengambil perkataan saya sebelum mengetahui dari mana saya berkata”.
Imam Malik berkata :
,,Saya hanya manusia biasa yang kadang-kadang salah dan kadang-kadang benar. Selidiki pendapat saya. Kalau sesuai dengan Qur’an dan hadis, maka ambillah. Yang menyalahi hendaknya tinggalkan”.
Imam Syafi’i berkata :
,,perumpamaan orang yang mencari ilmu tanpa hujjah (alasan) seperti orang yang yang mencari kayu diwaktu malam. Ia membawa kayu-kayu sedang di dalamnya ada ular yang mengantup, dan ia tidak tahu”.
Imam ahmad bin Hanbal berkata :
,,jangan mengikuti (taqlid) saya atau malik atau Tsauri atau Auzai’i, tetapi ambillah dari mana mereka mengambil”.
Ibnu Mas’ud berkata :
,,Kamu jangan menaqlidi orang. Kalau ia iman, maka kamu beriman. Kalau ia kafir, maka kamu kafir. Tidak ada tauladan dalam hal-hal buruk”
ITTIBA’
Kata‘’Itibba’ berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata kerja atau fi’il “Ittaba’a-Yattbi- Ittiba’an”, yang artinya adalah mengikut atau menurut.
Ittiba’ yang dimaksud di sini adalah:
قبول قول القا ئل وانت لا تعلم من انت قاله
artinya
“Menerima perkataan orang lain yang berkata yang berkata, dan kamu mengetahui alasan perkataannya.”
Di samping ada juga yang memberi definisi :
قبول قول القائل بدليل راخح
artinya
“menerima perkataan seseorang dengan dalil yang lebih kuat.”
Jika kita gabungkan definisi-definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa, ittiba’ adalah mengambil atau menerima perkataan seorang fakih atau mujtahid, dengan mengetahui alasannya serta tidak terikat pada salah satu mazhab dalam mengambil suatu hukum berdasarkan alasan yang diangap lebih kuat dengan jalan membanding.
Hukum Ittiba’
Dari pengertian tersebut di atas, jelaslah bahwa yang dinamakan ittiba’ bukanlah mengikuti pendapat ulama tanpa alasan agama. Adapun orang yang mengambil atau mengikuti alasan-alasan, dinamakan “Muttabi”
Hukum ittiba’ adalah Wajib bagi setiap muslim, karena ittiba’ adalah perintah oleh Allah, sebagaimana firmannya surah al-a’raf ayat 3
اتبعوا ما انزل اليكم من ربكم ولا تتبعوا مندونه اوليٲ ۗ قليلا ما تذكرون ﴿۳﴾
Artinya:
“Ikuti apa yang diturunkan padamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.(QS. Al-A’raf:3)
Dalam ayat tersebut kita diperintah mengikuti perintah-perintah Allah. Kita telah mengikuti bahwa tiap-tiap perintah adalah wajib, dan tidak terdapat dalil yang merubahnya.
Di samping itu juga ada sabda Nabi
عليكم بسنتى وسنة الحلفاء الرسدين من بعدى
artinya
Wajib atas kamu mengikuti sunnahku dan perjalanan/sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahku. (HR.Abu Daud)
Pendapat Ulama Mengenai Ittiba’
Kalangan ushuliyyin mengemukakan bahwa ittiba’ adalah mengikuti atau menerima semua yang diperintahkan atau dilarang atau dibenarkan oleh Rasulullah. Dalam versi lain, ittiba’ diartikan mengikuti pendapat orang lain dengan mengetahui argumentasi pendapat yang diikuti.
Ittiba’ dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
A. Ittiba’ kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
B. Ittiba’ kepada selain Allah dan Rasul-Nya.
Ittiba’ kepada Allah dan Rasul-Nya hukumnya wajib, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 3
اتبعوا ما انزل اليكم من ربكم ولاتتبعوا مندونه اوليٲ ۗ قليلاما تذكرون ﴿۳﴾
Artinya;
“Ikuti apa yang diturunkan padamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran”.
Mengenai ittiba’ kepada para ulama dan mujtahid (selain Allah dan Rasul-Nya) terdapat perbedaan pendapat. Imam Ahmad bin Hanbal hanya membolehkan ittiba’ kepada Rasul. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa boleh ittiba’ kepada ulamayang dikategorikan sebagaiwaratsatul anbiya’, dengan alasan firman Allah Surah Al-Nahl ayat 43
وما ارسلنا من قبلك الا رجالانوحي اليهم فسئلوا اهل الذكر ان كنتم لاتعملون ﴿٤٣﴾
Artinya:
“Maka bertanyalah kepada orang-orang yang punya ilmu pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Yang dimaksud dengan “orang-orang yang punya ilmu pengetahuan” (ahl al-dzikri) dalam ayat itu adalah orang-orang yang ahli dalam ilmu Alquran dan Hadis serta bukan pengetahuan berdasrkan pengalaman semata. Karena orang-orang seperti yang disebut terakhir dikhawatirkan akan banyak melakukan penyimpangan –penyimpanagn dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran dan Hadis Rasul, bahkan yang terkandung dalam Alquran. Untuk itu, kepada orang-orang yang seperti ini tidak dibenarkan berittiba’ kepadanya.
Berbeda dengan seorang mujtahid, seorang muttabi’ tidak memenuhi syarat-syarat tertentu untuk berititba’. Bila seseorang tidak sanggup memecahkan persoalan keagamaan dengan sendirinya, ia wajib bertanya kepada seorang mujtahid atau kepada orang-orang yang benar-benar mengetahui Islam. Dengan demikian, diharapkan agar setiap kaum muslimin sekalipun mereka awam dapat mengamalkan ajaran islam dengan penuh keyakinan karena adanya pengertian. Karena suatu ibadah yang dilakukan dengan penuh pengertian dan keyakinan akan menimbulkan kekhusukan dan keikhlasan.
Kemudian, seandainya jawaban yang diterima dari seorang mujtahid atau ulama diragukan kebenarannya, maka muttabi’ yang bersangkutan boleh saja bertanya kepada mujtahid atau ulama lain untuk mendapatkan jawaban yang menimbulkan keyakinannya dalam beramal. Dengan kata lain, ittiba’ tidak harus dilakukan kepada beberapa orang mujtahid atau ulama. Mungkin dalam satu masalah mengikuti ulama A dan dalam masalah lain mengikuti ulama B.
Bagaimana taqlid orang sekarang ?
Tak dapat di ragukan taqlid yang sedang mempengaruhi jiwa kebanyakan anggota masyarakat kita sekarang ini, ialah; taqlid yang terang-terang di larang oleh segenap ulama’. Karena taqlid kita sekarang ini, taqlid kepada kitab yang di mashurkan namanya baik mujtahid pengarangnya, atau mokollid. Bahkan kebanyakan kita sekarang ini hanya bertaqlid kepada segala pendapat yang terdapat dalam kitab-kitab yang banyak dipakai di tanah air kita yang di susun dalam zaman kemunduran fiqh dan kekerasan pengaruh taqlid buta, seperti; fath-ul mu’in, at-tahrir, al-bajuri dan sebagainya. Kita anggap apa yang tertulis dalam kitab-kitab itu harus di turuti tidak boleh di ingkari. Menyalahi isi kitab itu, di hukaumkan sesat.
Tuesday, May 24, 2016
Hidup efisien
Perbuatan baik (amal shalih) dalam Bahasa Arab berasal dari dua kata yaitu, amal yang artinya perbuatan dan shalih yang artinya baik atau dapat juga diartikan sebagai lawan dari rusak. Dan kata “Perbuatan Baik” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, amal artinya perbuatan atau pekerjaan, juga diartikan sebagai perbuatan baik, kebaikan, misalnya: berbuat baik pada makhluk yang lemah. Amal dimaknai sebagai segala sesuatu yang dikerjakan dengan maksud berbuat kebaikan (membantu orang yang lemah, menolong korban banjir, dan lainnya). Beramal dalam Bahasa Indonesia artinya berbuat amal, melakukan sesuatu yang baik (belajar, membantu orang miskin, dan lainnya).
Secara istilah perbuatan baik diartikan “perbuatan yang bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah ataupun menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia yang didasarkan pada keimanan pada Allah swt.
Dalam bahasa sehari-hari, masih banyak orang Indonesia yang mengartikan kata amal itu dengan makna yang sempit. Seperti bahwa amal itu hanyalah berkaitan dengan ibadah saja, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Atau amalan-amalan lainnya yang berhubungan dengan ibadah, seperti do’a, berdzikir, iktikaf di masjid, membaca al-Qur’an, dan lain sebagainya. Dan seolah-olah hal yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan seperti berbangsa dan bernegara, kerukunan beragama dan lainnya dianggap sebagai masalah keduniaan yang lepas dari agama sehingga pengertian ini sama sekali tidak benar. Perbuatan baik adalah segala perbuatan yang baik sesuai ajaran Islam. Kendatipun manusia menilai baik, namun apabila tidak sesuai dengan ajaran Islam. Maka hal itu tetap tidak baik. Sebaliknya, walaupun manusia menilai kurang baik, namun Islam menyatakan baik, maka hal itu tetap baik.
Dalil tentang Perbuatan Baik
Sangat banyak sekali didalam al-Qur’an, ditemui kata-kata iman yang dirangkaikan dengan kata amal shalih. Banyaknya perkataan tersebut menunjukkan tentang betapa pentingnya makna yang terkandung dalam perbuatan baik yang harus didasari adanya keimanan kepada Allah. Dalam hadits pun banyak ditemukan kata perbuatan baik.
Allah Ta'ala berfirman :
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَمُؤْمِنٌ فَلَنَحْيِيَنَّهُ حَيَوةً طَيِّبَةًصلى وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بـِأَحْسَنِ مَاكَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
"barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S al-Nahl 97).
Pada ayat diatas, Allah menjelaskan akan memberikan kehidupan yang sejahtera kepada siapapun, baik laki-laki maupun perempuan. Apabila mereka mau beriman dan beramal shaleh. Dan balasan Allah lebih bernilai lebih tinggi dari apa yang dikerjakan.
Ada beberapa pendapat ahli tafsir dalam memahami ungkapan حَيَاةً طَيِّبَةً di dalam tafsirnya Ibnu Katsir menyatakan bahwa حَيَاةً طَيِّبَةً adalah ketentraman jiwa dan Ibnu Abbas seorang sahabat yang terkenal sebagai ahli tafsir dan bahkan pernah dido’akan nabi sebagai seorang ahli tafsir menjelaskan bahwa حَيَاةً طَيِّبَةً adalah hidup sejahtera bahagia dengan rizki yang halal dan baik (bermutu gizinya). Adapun menurut Ali bin Abi Thalib, حَيَاةً طَيِّبَةًartinya kehidupan yang disertai qana’ah (menerima dengan suka hati) terhadap pemberian Allah swt.
ولكل وجهة هوموليهاصلى فاستبقوا الخيرتج اين ماتكونوا يأت بكم الله جميعاج ان الله على كل شيئ قدير البقرة : ١٤۸
“Dan bagi setiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (al Baqarah: 148)
.
Menurut M. Quraish Shihab, penafsiran dari ayat di atas adalah
Bagi setiap umat ada kiblatnya sendiri-sendiri yang ia menghadap kepadanya. Kaum muslimin pun ada kiblatnya, tetapi kiblat kaum muslimin ditetapkan langsung oleh Allah swt. maka berlomba-lombalah kamu wahai kaum muslimin satu dengan yang lain dalam berbuat kebaikan.
Atau ayat ini bermakna: Bagi setiap umat ada kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya, sesuai dengan kecenderungan atau keyakinan masing-masing. Kalaulah mereka dengan mengarah ke kiblat masing-masing bertujuan untuk mencapai ridha Allah dan melakukan kebajikan, maka wahai kaum muslimin berlomba-lombalah kaum dengan mereka dalam berbuat aneka kebaikan.
Dalam kehidupan dunia kalian berselisih, tetapi ketahuilah bahwa kamu semua akan mati dan di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian pada hari kiamat untuk Dia beri putusan. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Boleh juga ayat 148 di atas bermakna bahwa memang benar Allah pernah memerintahkan kepada Bani Isra’il dan atau selain mereka melalui nabi-nabi yang diutus-Nya untuk mengarah ke arah-arah tertentu, tapi kali ini perintah Allah untuk mengarah ke Ka’bah adalah perintah-Nya untuk semua. Namun demikian, jika mereka enggan mengikuti tuntunan Allah ini, maka biarkan saja mereka, dan berlomba-lombalah dengan mereka dalam kebaikan, atau bergegaslah hai kaum muslimin mendahului mereka dalam melakukan kebajikan. Apapun dan di mana pun posisi kalian, atau ke arah mana pun manusia menuju dalam shalatnya, pada akhirnya Allah akan mengumpulkan semua manusia yang beragam arahnya itu, untuk memberi putusan yang hak, karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Adapun menurut Sayyid Quthb dalam kitabnya Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, ia mengungkapkan bahwa: dengan demikian, Allah memalingkan kaum muslimin dari gangguan kaum Ahli Kitab (yahudi dan Nasrani) dan penyibukan mereka dengan fitnah-fitnah, takwil-takwil, dan perkataan-perkataan bohong. Dan dipalingkan-Nya mereka kepada amal kebaikan, dengan senantiasa ingat bahwa mereka kelak akan dikembalikan kepada Allah, sedang Allah berkuasa atas segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi-Nya.
Allah swt. berfirman :
وَسَارِعُوْا اِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عرضها في السموات والارض اعدت للمتقين العمران :١٣٣
"Dan bersegeralah engkau sekalian menuju pada pengampunan dari Tuhanmu dan juga memasuki syurga yang luasnya se luas langit dan bumi, disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa." (ali-lmran: 133)
Ketaatan yang di perintah oleh ayat yang lalu, dapat terlaksana tanpa upaya yang sungguh-sungguh, misalnya sekadar melaksanakan yang wajib dan mengabaikan yang sunah atau anjuran. Atau cukup menghindari yang haram, tetapi melaksanakan yang makruh. Sekadar memohon ampunan atas kesalahan dan dosa besar dan tidak mengingat lagi dosa kecil atau hal-hal yang kurang pantas. Ayat ini, menganjurkan peningkatan upaya, melukiskan upaya itu bagaikan satu perlombaan dan kompetisi yang memang merupakan salah satu cara peningkatan kualitas. Karena itu, bersegeralah kamu bagaikan ketergesaan orang yang ingin mendahului yang lain menuju ampunan dari Tuhanmu dengan menyadari kesalahan dan berlombalah mencapai, yaitu surga yang sangat agung yang lebarnya, yakni luasnya selebar seluas langit dan bumi yang di sediakan untuk al-muttaqin, yakni orang-orang yang telah mantap ketakwaannya, yang taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
وَمَاتَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ
“kebaikan apapun yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah pasti mengetahuinya.” (QS. al-Baqarah: 215)
وَمَاَتفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُۗ...
“kebaikan apapun yang kamu kerjakan, niscaya Allah mengetahuinnya...”
(QS. al-Baqarah: 197)
Adapun haditsnya adalah:
۸٧- فَالْاَؤَّلُ. عَنْ أَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِىىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ قَالَ : بَادِرُوْا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ مُؤْمِنًا وَيُصْبِحَ كَافِرًا يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرْضٍ مِنَ الدُّنْيَا رواه مسلم
87. Pertama: Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
"Bersegeralah kalian untuk melakukan amalan-amalan - yang bagus-bagus -
sebelum datangnya bermacam-macam fitnah seperti penggalan-penggalan malam yang gelap gulita, pagi hari seseorang itu menjadi orang mu'min dan sorenya dia menjadi orang kafir, dan pada sore hari ia masih sebagai seorang mu'min, tetapi pagi harinya ia telah menjadi seorang kafir. Orang itu menjual agamanya dengan kenikmatan dunia." (HR. Muslim)
Pengesahan hadits:
Syaikh kita (al-Albani) rahimallahu ta’ala mengatakan: “lafazh hadits diatas bukan lafazh Muslim, tetapi lafazh at-Tirmidzi dalam bab al-fitan huruf yang sama, dan dia menshahihkannya. Sedangkan lafazh Muslim yang senada terdapat pada bab al-limaan.”
Kosa kata asing:
· بَادِرُوْا : bersegeralah kepadanya sebelum munculnya rintangan-rintangan.
· كَقِطَعِ الَّيْلِ المُظْلِمْ : sepenggal malam yang gelap gulita, penggal malam pergi dan kemudian digantikan oleh penggalan berikutnya.
· عَرَضٌ : kenikmatan yang sirna dari dunia.hlm.
Kandungan hadits:
· Kewajiban berpegang teguh kepada agama serta bersegera mengerjakan amal shalih sebelum datangnya halangan dan rintangan.
· Berbagai macam fitnah yang menyesatkan akan bermunculan pada akhir zaman dan setiap kali suatu fitnah berakhir, maka ia akan digantikan oleh fitnah lainnya. Mudah-mudahan Allah melindungi kita dari kejahatan dan keburukan fitnah-fitnah tersebut.
· Jika ada kesempatan baik bagi seseorang, maka dia harus memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Sebab, hambatan bagi sebuah kesungguhan dan keteguhan hati adalah kebiasaan menunda-nunda, yang akan berakhir dengan kehilangan kesempatan dan kerugian.
· Jika seseorang menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sangat murah, berarti pegangan agamanya rentan dan keyakinannya pun lemah, sehingga akan mengakibatkan keguncangan dan ketidakstabialan pada dirinya. Kita berlindung kepada Allah dari akhir yang buruk (suu-ul khaatimah).
١١٩ـ الثَّالِثُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيْ ﷺ : ((عُرِضَتْ عَلَيَّ أَعْمَالُ أُمَّتِيْ حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا، فَوَجَدْتُ فِيْ مَحَاسِنِ أَعْمَالِهَا اْلأَذَى يُمَاطُ عَنِ الطَّرِيْقِ، وَوَجَدْتُ فِي مَسَاوِئِ أَعْمَالِهَا النُّخَاعَةُ تَكُوْنُ فِي المَسْجِدِ لاَتُدْفَنُ )). (رواه مسلم).
119. Juga darinya (Abu Dzarr), dia bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “pernah diperlihatkan kepadaku amal perbuatan umatku, yang baik maupun yang buruk. Kemudian aku mendapatkan diantara amal kebaikannya berupa menyingkirkan hal-hal yang mengganggu dari tengah jalan, dan aku dapatkan pula dari amal keburukannya terdapat dahak yang dibiarkan di masjid, tidak ditanah (dibersihkan).” (HR. Muslim)
Pengesahan hadits:
Diriwayatkan oleh Muslim (553).
Kosa kata asing:
· الْأَذَى : segala sesuatu yang membahayakan, baik itu berupa batu, duri, atau yang lainnya.
· يُمَاطَ : dijauhkan atau dibuang.
· النُّخَاعَةُ : dahak yang dikeluarkan dari kerongkongan.
· لاَتُدْفَنُ : tidak dihilangkan dengan cara memendamnya dalam tanah. Sebab, lantai masjid pada zaman dahulu masih berupa tanah. Sedangkan sekarang, dahak yang ada di masjid harus dihilangkan dengan cara dicuci dengan air dan digosok, dan masalah ini termasuk masalah yang logis. Wallahu a’lam.
Kandungan hadits:
· Allah memperlihatkan kepada Rasul-Nya tentang amal perbuatan umat-Nya.
· Amal perbuatan itu dibagi menjadi dua, baik dan buruk.
· Amal perbuatan baik adalah segala bentuk perbuatan yang di dalamnya terdapat kebaikan, baik besar maupun kecil. Sedangkan amal perbuatan buruk adalah segala macam perbuatan yang di dalamnya mengandung keburukan, baik besar maupun kecil.
· Dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan dan diantara amal kebaikan itu ada yang sering dianggap remeh oleh sebagian orang, misalnya menyingkiran hal-hal yang mengganggu dari jalanan dan membersihkan dahak di masjid.
· Perintah untuk mengerjakan hal-hal yang mendatangkan manfaat dan memberikan kebaikan bagi manusia, serta menjauhi segala sesuatu yang membahayakan mereka dan menyebabkan kerusakan bagi mereka.
· Diperintahkan untuk menghormati masjid dan membersihkannya dari segala bentuk kotoran, misalnya dahak, lendir, kencing, serta menjaga etika yang berlaku di dalamnya.
· Perintah untuk membuang segala bentuk gangguan dari jalan kaum muslimin. Sebab, yang demikian itu merupakan bagian dari iman.
١٢١-الخَمِسُ: عَنْهُ قَالَ: قَالَ لِيَ النَّبِيُّ ﷺ:
((لاَتَحْقِرَنَّ مِنَ المَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْأَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِيْقٍ )). (رواه مسلم)
121. Dari Abu Dzarr juga, dia bercerita, Nabi saw. bersabda kepadaku: “Janganlah sekali-kali engkau meremehkan perbuatan baik sekecil apapun, meski perbuatan baik itu hanya berupa penyambutan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.” (HR. Muslim)
Pengesahan hadits:
Diriwayatkan oleh Muslim (2626).
Kosa kata asing:
· لاَتَحْقِرَنْ : janganlah meremehkan nilainya di hadapanmu, atau jangan menganggapnya kecil.
· طَلِيْقٌ : disertai senyum penuh kegembiraan.
Kandungan hadits:
· Larangan meremehkan amal perbuatan sekecil apa pun selama perbuatan itu baik. Oleh karena itu, tidak selayaknya meninggalkan perbuatan baik, dengan maksud meremehkan atau membedakan syi’ar-syi’ar Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian pelaku bid’ah di zaman ini, dimana mereka membagi amal menjadi dua bagian: kulit dan isi. Namun, anggapan mereka itu telah saya bantah habis dalam buku saya yang berjudul, “Dalaailush Shawaab fii Bid’ati Taqsiimid Diin ilaa Qisyirin wa Lubaabin.”
· Disunahkan membahagiakan kaum muslimin, karena yang demikian itu merupakan bentuk (manifestasi) kasih sayang di antara mereka.
السَّابِعَ: عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: ((مَنْ غَدَا إِلَى المَسْجِدِ أَوْرَاحِ، أَعَدَّ اللهُ لَهُ فِي الجَنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ)). (متفق عليه).
123. Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., beliau bersabda: “barang siapa berangkat ke masjid pada pagi maupun sore hari, maka Allah swt. akan menyediakan baginya di Surga setiap dia berangkat pagi atau sore hari.” (Muttafaq ‘alaih)
Pengesahan hadits:
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (II/148- Fat-h) dan Muslim (669).
Kosa kata asing:
· غَدَا : perjalanan yang dilakukan pada permmulaan siang hari. Maksudnya adalah pergi.
· رَاحَ : perjalanan yang dilakukan pada akhir siang. Yaitu, pulang.
Kandungan hadits:
· Seluruh amal perbuatan manusia itu dihitung di sisi Allah swt.
· Barangsiapa pergi ke masjid dengan tidak bertujuan kecuali untuk melakukan shalat, maka setiap langkahnya dalam perjalanan, baik pergi maupun pulang akan ditetapkan pahala baginya.
· Keutamaan memelihara shalat jama’ah.
مَنْ دَلَّ عَلىَ خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ اَجْرٍفَعِلِهِ. رواه مسلم.
Barang siapa yang menunjukkan orang lain supaya berbuat baik, maka ia memperoleh pahala sama seperti pahala orang yang mengerjakannya. (HR. Muslim)
Allah swt. Melipat Gandakan Kebaikan
Kebaikan itu akan dilipat gandakan, dikembang biakkan dan itu semua diperoleh karena ilham. Sedangkan keburukan tidak dilipat gandakan dan juga bukan karena ilham. Allah memberikan balasan kepada orang yang mengerjakan kebaikan dengan kebaikan yang belum pernah ia kerjakan. Sedangkan orang yang mengerjakan dosa, Allah tidak memberikan balasan kecuali apa yang dikerjakan.
Allah swt. berfirman dalam Q.S al-An’am: 160.
Pembalasan Allah sungguh adil, yakni barang siapa diantara manusia yang datang membawa amal baik, yakni berdasar iman yang benar dan ketulusan hati, maka baginya pahala sepuluh kali lipatnya, yakni sepuluh kali lipat amalnya sebagai karunia dari Allah; dan barang siapa membawa perbuatan yg buruk, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatan-nya, itupun kalau Allah menjatuhkan sanksi atasnya, tetapi tidak sedikit keburukan hamba yg dimaafkan-Nya. Kalau Dia menjatuhkn sanksi atasnya, maka itu sangat adil dan dengan demikian mereka, yakni yang melakukan kejahatan itu sedikit pun tidak dianiaya tetapi masing-masing akan memperoleh hukuman setimpal dengan dosanya. Adapun yang berbuat kebajikan maka bukan saja mereka tidak dianiaya, bukan juga mereka diberi ganjaran yang adil tetapi mereka mendapat anugerah Allah.
Nilai Positif Perbuatan Baik
Nilai Positif Perbuatan Baik
Perbuatan baik itu bagaikan pohon yang menghasilkan buah yang enak, lezat rasanya, baik dalam kehidupan di dunia ini maupun dalam kehidupan di akhirat kelak. Hasil dari perbuatan baik di dunia dan akhirat diantaranya:
1) Rezeki yang baik. Surah al-Hajj/22: 50
2) Derajat yang tinggi. Surah Taha/20: 75
3) Keberuntungan. Surah al-Qashas/28: 67
4) Keadilan. Surah Yunus/10: 4
5) Keluar dari kegelapan. Surah at-Talaq/65: 11
6) Rahmat dan cinta. Surah al-Jasiyah/45: 30
7) Hilang rasa takut. Surah Taha/20: 112
8) Pahala yang cukup. Surah Ali ‘Imran/3: 57
9) Ampunan Allah swt. Surah Fatir/35: 7
10) Kehidupan di alam surga. Surah al-Mu’minun/23: 40
Membiasakan Berbuat Baik
Mengerjakan perbuatan baik dalam arti kata yang seluas-luasnya dan dalam segala bidang kehidupan adalah kewajiban bagi setiap muslim, baik sebagai manusia pribadi maupun selaku umat, kaum dan bangsa. Karena sesungguhnya kedudukan seseorang atau sesuatu kaum atau bangsa ditentukan oleh amal perbuatannya.
Bangsa Romawi kuno pernah mengangkat kemajuan sejarah dunia, mulai jatuh dan merantakan, karena bangsa tersebut meninggalkan karya dan perbuatan-perbuatan baik (amal shalih). Sebaliknya bangsa yang terbelakang, bahkan bangsa yang dijajah, bisa mencapai kemajuan kembali dengan karya dan usaha yang tidak pernah padam. Amal itu adalah asas kemakmuran, roh dan jiwa kebangkitan, jalan yang sempurna dalam kehidupan di alam wujud ini, dengan sumber kehidupan yang melimpah ruah dengan kekayaan dan harta.
Apabila perbuatan baik itu diumpamakan satu kapal yang mengarungi lautan, maka yang menggerakkannya ialah kekuatan uap yang ada di dalam kapal itu, yang dinamakan mesin (motor). Dalam mengarungi samudera yang penuh dengan ombak dan gelombang itu, sebuah motorboat lebih kencang jalannya dari pada sebuah kapal layar.
Kapal layar itu menggantungkan kecepatannya kepada faktor extern, yaitu kekuatan yang datang dari luar, yakni angin. Kalau angin berhembus ke arah haluan yang ditujunya, maka perahu layar akan melaju cepat dari pada kapal pemburu atau speedboat. Tetapi, jika angin tenang atau berhembus bertentangan dengan arah yang ditujunya maka jalannya sangat pelan, atau tidak bergerak, bahkan mungkin juga hanyut kembali kebelakang. Tidak demikian halnya dengan kapal-mesin. Kapal-mesin itu tidak menghiraukan ombak dan gelombang, tidak peduli apakah angin bertiup atau tidak. Tetapi, dia melaju dan meluncur terus sebab lajunya ditentukan oleh faktor intern, yaitu kekuatan. Kekuatan yang tumbuh dari dalam, yakni mesin (motor). Kekuatan mesin dalam perumpamaan ini adalah iman. Iman adalah penggerak, pendorong, dan yang menjiwai perbuatan baik (amal shalih).
Subscribe to:
Posts (Atom)